Berjalan dan merangkak
Setelah duduk tentunya pelajaran hidup selanjutnya adalah merangkak dan berjalan. Ibu sepertinya kurang sependapat dengan urutan itu. Menurutnya aku sudah bisa mulai berjalan. Untuk itu dibelikannyalah daku baby walker atau sepeda istilah di Palak. Selain membantuku untuk belajar berjalan juga meringkankan beban orang yang ngempu atau menjagaku. Karena kalau diriku sudah bosan pasti maunya digendong dan diajak berjalan2. Tentunya itu akan merepotkan orang yang menjagaku, kalau sementara ada pekerjaan lain yang harus dilakukan. Untuk itu sepeda ini akan membantuku untuk bisa bermain dan berjalan2 sendiri, sambil masih diawasi tentunya.
Lagi-lagi saat bapak berangkat lagi, ibu membelikanku baby walker, dan langsung mencobakan padaku keesokan harinya. "The miracle of baby walker" kata ibuku saat menelpon bapak. Memang begitu didudukkannya di baby walker itu aku langsung mengayuh dan menjejakkan kakiku ke tanah bergerak selayaknya orang berjalan. Bapak kurang setuju, maunya aku belajar merangkak dulu sebelum berjalan. Tapi untuk meringankan beban yang menjagaku, dia sepertinya sih menerima saja situasi itu.
Walau begitu ibu tak berhenti sampai disitu. Ibu masih juga mendorongkan aku untuk belajar merangkak. Hal ini dilakukan dengan menaruhku di lantai. Sebenarnya untuk merangkak diriku sudah mencobanya di atas kasur setelah pelajaran dudukku itu. Namun menurut ibu, aku agak malas merangkak karena lebih mudah untuk merayap. Saat diriku mencoba untuk merangkak terjadilah yang biasanya ditakutkan ibu. Kepalaku terantuk lantai karena kurang seimbang menahan diriku dengan tangan. ”Dua kali Ryan terbentur lantai” lapor ibuku kepada bapak saat menceritakan upayaku belajar merangkak di lantai. Tapi bapak sepertinya setuju2 saja walaupun aku harus menangis menahan sakit terantuk lantai. Baiklah, lagian merangkak sepertinya seru juga buatku yang sering cepat bosan bermain di atas kasur dengan mainanku yang kadang agak2 kurang jelas itu. Masak wadah lotion, tutup botol susu, botol minyak telon, plastik tisu dijadikan mainku. ”Aya’ aya’ wae orang tuaku ini”.
Komentar